View technorati.com

Garuda Di Dadaku


Kemaren Ayah Menyaksikan Pertandingan Besar, TIM NAS Sepakbola Kita, main di Final Leg 2 lawan Malaysia, yang sebelumnya Kita Kalah 0-3 di Stadion Bukit Jalil Malaysia

Ray ...< style="text-align: justify;">

  • Sulit Mendapatkan Ticket Masuk, Mau Beli Ticket Saja Susah, padahal harga yang ditawarkan sangat mahal, aneh sekali Panitia lokalnya, banyak kejadian yang disebabkan dalam pendistribusian ticket, jaman modern seperti ini masih saja seperti itu, seperti sudah kehabisan akal, padahal berapapun harga ticket yang ditawarkan pendukung timnas akan beli, benar nak pasti semua akan membayar, tidak gratis, sangat terpaksa beli di CALO, wah ray pasti tidak tahu CALO, akhirnya ayah dapat ticket dari CALO, dan mereka punya banyak, luar biasa, mending jadi calo keuntungannya 150 % perlembar,
  • Biasanya Di stadion akan penuh sesak, Nonton bolanya tidak akan enak, penontonnya melebihi jumlah tempat duduk, ajaib sekali, panitia bilang jual ticket hanya 70.000 lembar, ternyata jumlah penontonnya melebihi jumlah kapasitas stadion yang memiliki kapasitas lebih dari 80.000 Orang, mereka masuk ke dalam stadion tentunya pakai ticket, jadi panitia salah menghitung lembar ticket yang dijual, tapi katanya ada juga yang masuk pakai uang, nggak pakai ticket, ada juga yang masuk melalui rekomendasi orang tertentu, HUUUUU, hari gini gratisan, akhirnya nonton bolanya tidak asyik dan tidak nyaman, nahan pengen buang air kecil harus nunggu selesai pertandingan, dan Toiletnya BAU
  • Ada Hal yang tdk perlu Ray dan Naw tiru, pada saat lagu kebangsaan Lawan dinyanyikan, penontonnya neriakin, itu tdk baik, jangan pernah menirunya, karena kita adalah bangsa yang bermartabat, kita harus menghormati lagu kebangsaan negara lain,
  • Banyak Petasan, Kembang Api, padahal ini sudah dilarang, ayah bawa minum kemasan aja harus disalin ke plastik, kenapa kembang api bisa lolos ?, ini masalah di keamanan yang kura jeli,
  • Teriakan NURDIN HALID TURUN, nich yang bikin ayah bingung, kenapa nurdin halid disuruh turun ?, apa dia bisa main Bola ?, ternyata Nurdin Halid Itu ketua PSSI, penonton minta supaya turun dari jabatannya itu, karena tdk ada prestasi menurut SUPORTER, ini sudah menyangkut jabatan, ini adalah amanah, ayah tdk bisa menjelaskan ini padamu, susah sekali, setiap pertandingan selalu ada ritual politisnya, padahal olahraga itu menjunjung tinggi fairplay, menurut ayah sih iya, PSSI tidak ada prestasinya, konsekwensinya ganti pengurusnya, da kelamaan semua, dan sudah tua,
  • Saat Kita Kalah, suporter biasanya akan marah, merusak fasilitas umum, tapi alhamdulillah demi timnas tidak ada kejadian itu lagi, dan Akhirnya Indonesia Menang namun tidak juara, kalah agregat 2-4 ( 29-12-2010)
  • Ya itu alasannya, maapin yaaa, lain kali insyaallah akan nonton bareng di stadion Utama GBK

    Mengenang K.H. Abdurrahman Wahid



    30 Desember 2009, Bangsa Indonesia Kehilangan Tokoh Nasional, yang telah banyak memberikan Pelajaran Untuk Kita Semua, Suka atau tidak suka, Gus Dur adalah tokoh yang mempunyai kharisma, ini tidak kita pungkiri dan menjadi nyata dikala Gus Dur Menghembuskan Nafas Terakhirnya, Sebagai Tokoh Nasional, Mantan Presiden, dan Sebagai Seorang Kyai, Gus Dur Telah Memberikan nuansa yang lain dalam segala Hal, ( Semoga Allah Mengampuni Dosa Almarhum, Amin )

    Hampir Seluruh Rakyat Indonesia Mengenal Gus Dur dari perspektif yang berbeda beda, banyak pernyataan pernyataan Gus Dur yang unik, dan selalu menarik untuk dijadikan bahan diskusi.
    Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.
    Gus Dur sempat kuliah di Universitas Al Azhar di Kairo-Mesir (tidak selesai) selama 2 tahun dan melanjutkan studinya di Universitas Baghdad-Irak. Selesai masa studinya, Gus Dur pun pulang ke Indonesia dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada 1971. Gus Dur terjun dalam dunia jurnalistik sebagai kaum ‘cendekiawan’ muslim yang progresif yang berjiwa sosial demokrat. Pada masa yang sama, Gus Dur terpanggil untuk berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa.
    Pada Januari 1998, Gus Dur diserang stroke dan berhasil diselamatkan oleh tim dokter. Namun, sebagai akibatnya kondisi kesehatan dan penglihatan Presiden RI ke-4 ini memburuk. Selain karena stroke, diduga masalah kesehatannya juga disebabkan faktor keturunan yang disebabkan hubungan darah yang erat diantara orangtuanya.
    Dalam keterbatasan fisik dan kesehatnnya, Gus Dur terus mengabdikan diri untuk masyarakat dan bangsa meski harus duduk di kursi roda. Meninggalnya Gus Dur pada 30 Desember 2009 ini membuat kita kehilangan sosok guru bangsa. Seorang tokoh bangsa yang berani berbicara apa adanya atas nama keadilan dan kebenaran dalam kemajemukan hidup di nusantara.
    Selama hidupnya, Gus Dur mengabdikan dirinya demi bangsa. Itu terwujud dalam pikiran dan tindakannya hampir dalam sisi dimensi eksistensinya. Gus Dur lahir dan besar di tengah suasana keislaman tradisional yang mewataki NU, tetapi di kepalanya berkobar pemikiran modern. Bahkan dia dituduh terlalu liberal dalam pikiran tentang keagamaan. Pada masa Orde Baru, ketika militer sangat ditakuti, Gus Dur pasang badan melawan dwi fungsi ABRI. Sikap itu diperlihatkan ketika menjadi Presiden dia tanpa ragu mengembalikan tentara ke barak dan memisahkan polisi dari tentara.
    Setelah tidak lagi menjabat presiden, Gus Dur kembali ke kehidupannya semula. Kendati sudah menjadi partisan, dalam kapasitasnya sebagai deklarator dan Ketua Dewan Syuro PKB, ia berupaya kembali muncul sebagai Bapak Bangsa. Seperti sosoknya sebelum menjabat presiden. Meski ia pernah menjadi Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 38 juta orang. Namun ia bukanlah orang yang sektarian. Ia seorang negarawan. Tak jarang ia menentang siapa saja bahkan massa pendukungnya sendiri dalam menyatakan suatu kebenaran. Ia seorang tokoh muslim yang berjiwa kebangsaan.
    Adakah diantara Kita yang memiliki minimal seperti Gus Dur ?, bangsa ini memerlukan banyak Tokoh yang mampu memberikan nuansa nyaman aman dan harmonis, terlepas dari semua yang pernah terjadi, kita harus menyadari bahwa sebagai mahluk ciptaan Allah tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, jangan pernah sombong walaupun hanya secuil, " Gitu aja ko Repot", semoga akan menjadi ungkapan yang mampu memberikan motivasi untuk selalu berbuat dan bersikap Bijak, Selamat Jalan Gus Dur, kami akan Selalu mengenangmu.